Hasil usaha bercahaya dari kerajinan limbah kaca

Berbagai produk kerajinan bisa dibuat dari bahan baku limbah kaca. Potensi ekonomi inilah yang dilirik oleh Ismawan Tatur dan Arfiyan Faris. Kedua pemuda ini menyulap serpihan kaca yang tak bernilai menjadi produk bernilai jual tinggi, seperti miniatur gedung dan menara. Tak hanya pasar domestik, Ismawan juga merambah pasar ekspor.

Limbah kaca bisa menjadi produk bernilai ekonomis tinggi. Berbagai produk seni seperti plakat, lampu hias, vas bunga, bingkai foto, hingga miniatur gedung dan menara bisa dihasilkan dari serpihan kaca yang tidak terpakai ini.


Usaha kerajinan limbah kaca dilakoni oleh Ismawan Tatur, pemilik Mandiri Art di Semarang. Ismawan mulai menjajaki usaha kerajinan limbah kaca sejak dua tahun lalu. Dia mengaku tertarik dengan usaha ini lantaran ingin membantu penyelamatan lingkungan, selain tentu saja ada motif untuk mendapatkan penghasilan. 

Dia berharap, dengan memanfaatkan limbah kaca, tidak ada lagi serpihan-serpihan kaca yang terbuang percuma begitu saja. "Apalagi di Semarang belum banyak yang menggarap bisnis ini," katanya. 

Lulusan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) salah satu universitas negeri di Semarang ini mengaku mampu memenuhi semua permintaan produk kerajinan limbah kaca. "Sejauh ini kami dapat memenuhi pesanan sesuai dengan keinginan pelanggan, baik bentuk maupun ukurannya," ujar lelaki 26 tahun ini.

Dengan modal kreativitas dan ketekunan, menurutnya, bisnis ini masih memiliki prospek bagus. Apalagi dengan pasokan bahan baku yang melimpah dan mudah diperoleh, membuat usaha ini makin menarik.

Bahan baku limbah kaca didapatkannya dari bongkaran rumah ataupun botol-botol usang. Selain menjual langsung, Ismawan juga menjual lewat dunia maya. Dari berbagai produk kerajinan yang dibuatnya, permintaan paling banyak terutama produk plakat dan lampu hias.

Sementara produk miniatur menara dan gedung pemesanannya belum terlalu ramai. Selain pembuatan yang rumit, biasanya permintaan datang saat pemeran. "Kira-kira terjual 2 miniatur tiap bulan," katanya.

Jika plakat kaca banyak dipesan akademisi dan mahasiswa Semarang, order lampu hias datang dari konsumen di seluruh Indonesia, terutama di Jawa dan Bali.

Tak hanya pasar domestik, permintaan kerajinan limbah kaca juga datang dari negeri Eropa, seperti Belanda dan Inggris. Berbagai pameran kerajinan yang diikuti membuatnya memperoleh banyak order luar negeri. 

Harga yang ditawarkan untuk kerajinan kaca buatan Ismawan juga tak terlalu mahal. Berbagai produk tersebut dijual dengan rentang harga Rp 30.000 hingga Rp 200.000 per unit. 

Adapun untuk miniatur kaca, harganya bervariasi, dari Rp 200.000 sampai Rp 800.000 tergantung bentuk dan ukuran. Beberapa bentuk menara yang pernah dibuat Ismawan, antara lain Menara Eiffel, Menara Petronas, dan Monumen Nasional (Monas). Tiap miniatur kaca itu dibuat dalam waktu 2 minggu. 

Proses pengerjaan yang lama, terutama saat finishing. Tekstur kaca yang kadang sulit dihaluskan membuat proses penyempurnaan tersebut membutuhkan waktu yang lama.

Apalagi setiap produk dibuat satu-satu dengan tangan atau handmade. Setiap proses pembuatan memerlukan ketelitian dan kehati-hatian agar tidak merusak bentuk yang telah dibuat. 

Dari penjualan produk suvenir dan miniatur kaca, Ismawan mengaku bisa mendapat omzet Rp 25 juta per bulan. Agar omzetnya naik, ke depan, dia akan memperbanyak penjualan miniatur gedung dan menara. 

"Kami akan mulai membuat miniatur gedung terkenal di Semarang," paparnya. Selain itu, dia juga berharap mampu membuka toko ritel untuk menjual produk-produknya itu. 

Selain sebagai tempat jualan, toko tersebut rencananya juga akan dipakai sebagai tempat atau workshop membagi pengetahuan membuat produk olahan limbah kaca. 

Arfiyan Faris, pemilik galeri Seni Kaca Datar di Kota Malang, juga berbisnis produk kerajinan limbah kaca. Produk-produk yang dibuatnya antara lain: lampu hias dan miniatur menara. 

Memakai strategi penjualan lewat internet, Arfiyan memulai bisnis ini sejak empat tahun lalu. "Bahan bakunya sangat banyak dan pemainnya sedikit," katanya. Karena terbuat dari limbah kaca, maka ongkos produksi dapat ditekan seminimal mungkin.

Selain motif ekonomi, dia juga mengaku terdorong menekuni bisnis ini untuk meminimalisasi dampak pencemaran lingkungan akibat limbah kaca. 

Arfiyan mengaku bisa menjual sekitar 80 produk kerajinan limbah kaca setiap bulannya. Untuk produk lampu hias limbah kaca dijual dengan harga Rp 150.000 sampai Rp 425.000. Harganya bervariasi tergantung model, bentuk, dan ukuran. Adapun untuk miniatur menara harganya Rp 220.000 per unit. 

Dari hasil penjualan lampu hias maupun miniatur menara dari limbah kaca ini, Arfiyan bisa mengumpulkan omzet sebesar Rp 13 juta per bulan. Selama ini produknya lebih banyak di pasarkan di dalam negeri. "Permintaan dalam negeri juga masih banyak, terutama di Jawa dan Bali," katanya.

Dia memang sengaja lebih mementingkan pasar dalam negeri dibandingkan dengan pasar luar negeri. Apalagi banyak pelanggan yang datang dari hotel dan kolektor benda seni, baik di Surabaya mapun Bali. 

Kendala bahan baku memang tak pernah terjadi, namun pengemasan menjadi masalah. Dia mengaku mengalami kesulitan dalam proses pengemasan atau packaging saat pengiriman ke pelanggan. 

Kekhawatiran rusak menjadi penyebab. "Kaca adalah produk yang sangat sensitif dan dapat rusak sewaktu-waktu," katanya. Karena itu, sampai saat ini, ia masih mencari cara yang paling tepat agar produk ini aman saat pengiriman.

1 komentar: