Tomat recento masih terdengar asing di telinga para petani dan masyarakat saat ini. Tomat ini berasal dari Meksiko. Biasanya, tomat recento disantap sebagai pengisi burger. Di Indonesia, bibit tomat recento baru dikenal sekaligus dibudidayakan sejak empat tahun silam oleh para petani lokal.
Muhamad Wasil, staf produksi tomat recento PT Saung Mirwan di Megamendung, Puncak, Jawa Barat, menuturkan, tomat recento pertama kali dikembangkan perusahaan tempatnya bekerja setelah mendapat kiriman bibit tomat ini dari Belanda. Lantaran karakteristik tomat recento cocok untuk dibudidayakan di dataran tinggi yang berhawa sejuk, Saung Mirwan lantas mencoba membudidayakannya di kawasan Puncak.
Suhu udara yang dingin memang menjadi syarat utama tomat recento tumbuh dengan sempurna. "Suhu udara yang cocok mulai dari 25 derajat hingga 30 derajat celsius," terang Wasil.
Karena itu, para petani perlu memperhatikan kondisi suhu udaranya. Idealnya, tomat recento ditanam pada ketinggian 500 di atas permukaan laut (dpl) sampai 600 dpl.
Jika tidak, tomat yang hidup di suhu udara terlalu dingin akan membuat proses pembungaan tomat kurang sempurna. "Ini akan mengakibatkan bentuk buah dan ketebalan daging tak maksimal," imbuh Wasil.Sebaliknya bila tomat berada dalam suhu yang terlalu panas, saat panen buah tomat akan pecah-pecah atau retak.
Tomat recento terbilang rentan akan penyakit. Kabut tebal yang kerap menyelimuti daerah dingin akan membuat tomat cepat busuk. Makanya, petani menyemprotkan fungisida. "Ini untuk membunuh spora dan jamur yang menempel pada buah lantaran suhu udara yang tinggi," kata pria yang telah 10 tahun bekerja di Saung Mirwan ini.
Sudjaji, petani tomat recento di Puncak Jawa Barat, menambahkan, budidaya tomat recento sejatinya tak sulit, malah hampir sama dengan tomat-tomat lokal pada umumnya.
Hanya saja para petani harus memiliki benih tomat recento yang hanya bisa diimpor dari luar negeri. Saung Mirwan semisal, saban bulan, mengimpor bibit 2.000 hingga 3.000 benih tomat recento dari Belanda.
Proses budidaya dimulai dari proses penyemaian benih selama tiga minggu. Setelah itu, bibit dimasukan kegreen house. "Media tanam yang dipakai arang sekam untuk merangsang pertumbuhan akar," ujar Wasil. Benih tomat hasil penyemaian dimasukkan ke dalam polybag dengan tinggi 35 cm dan berdiameter 25 cm.
Dalam proses perawatan, petani harus rajin memberi pupuk cair setiap hari hingga masa panen yang biasanya jatuh pada bulan ketiga. Tomat hasil panen sempurna bila berwarna merah dengan buah berbentuk bulat serta memiliki berat sekitar 150 gram hingga 250 gram.
Di lahan sekitar 1 hektare, Sudjaji menanam sekitar 15.000 bibit tomat recento. Saat panen, ia biasanya bisa mendulang 1,5 ton tomat. Dengan harga satu kilo tomat sekitar Rp 3.000 sampai Rp 4.000, maka tiap tiga bulan, Sudjaji bisa memanen omzet Rp 4,5 juta hingga Rp 6 juta.
Berbeda dengan budidaya di lahan pertanian, tomat recento yang dibudidayakan secara green house minim penyakit. Dua penyakit yang perlu diwaspadai petani tomat adalah serangan kupu-kupu putih dan jamur fusarium.
Walau permintaan tomat recento terus meningkat, harga bibit yang mahal membuat petani tidak mampu jorjoran meningkatkan kapasitas produksi. Apalagi, biaya produksi satu pohon tomat juga tinggi, mencapai Rp 80.000 hingga mencapai masa panen.
Tomat recento memiliki keunggulan fisik dan rasa ketimbang tomat lokal. Ini pula yang membuat tomat recento digemari oleh konsumen. Selain ukuran yang lebih besar, warna tomat jenis ini juga menarik perhatian, yakni oranye kemerahan.
Soal rasa, tomat recento juga lebih manis dibandingkan dengan tomat biasa. "Tomat ini juga memiliki kandungan air yang banyak. Makanya, sering digunakan untuk bahan baku jus," kata Muhamad Wasil, staf produksi PT Saung Mirwan di Megamendung, Puncak, Jawa Barat.
Di negara asalnya, yaitu Meksiko, tomat recento menjadi bahan tambahan hamburger lantaran tomat jenis ini memiliki daging buah yang tebal. Berbagai restoran menjadi pembeli rutin tomat ini. Begitu juga di Indonesia. Selain restoran, permintaan juga datang dari pasar swalayan.
Meski pangsa pasar tomat hingga kini masih dikuasai oleh tomat merah lokal, permintaan tomat recento terus meningkat sejak setahun silam. Berkembangnya kedai waralaba cepat saji dari luar negeri menjadi salah satu sumber permintaan tomat. "Biasanya, pewaralaba memiliki standar tinggi dalam bahan baku. Tomat recento menjadi pilihan karena tomat ini banyak dipakai di luar negeri," ujar Wasil.
Di atas lahan budidaya seluas satu hektare, Wasil menanam sekitar 3.000 bibit tomat recento. Saat panen, kebun yang ia kelola bisa menghasilkan sekitar 600 kilogram (kg) tomat recento yang langsung habis dipesan.
Walau permintaan terus meningkat, Wasil mengaku belum bisa menambah kapasitas produksi. "Harga bibitnya masih mahal karena harus impor langsung dari Belanda," katanya. Satu bibit tomat recento dihargai mulai Rp 2.000 sampai Rp 6.000 di Indonesia.
Tidak hanya bibitnya yang mahal, biaya produksi tomat recento juga tinggi. Wasil menghitung, satu pohon tomat recento, sejak mulai penyebaran benih hingga penanaman, membutuhkan biaya hingga Rp 80.000.
Biaya itu mencakup pembelian bibit, penyediaan polybag, pemberian pupuk cair, pemberian fungisida, hingga perawatan selama 3 bulan sampai saat panen.
"Memang cara penanaman tomat recento sedikit berbeda dibanding dengan budidaya tomat merah biasa," imbuh Sudjadi, salah seorang petani tomat recento di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Tomat recento memiliki keunggulan fisik dan rasa ketimbang tomat lokal. Ini pula yang membuat tomat recento digemari oleh konsumen. Selain ukuran yang lebih besar, warna tomat jenis ini juga menarik perhatian, yakni oranye kemerahan.
Soal rasa, tomat recento juga lebih manis dibandingkan dengan tomat biasa. "Tomat ini juga memiliki kandungan air yang banyak. Makanya, sering digunakan untuk bahan baku jus," kata Muhamad Wasil, staf produksi PT Saung Mirwan di Megamendung, Puncak, Jawa Barat.
Di negara asalnya, yaitu Meksiko, tomat recento menjadi bahan tambahan hamburger lantaran tomat jenis ini memiliki daging buah yang tebal. Berbagai restoran menjadi pembeli rutin tomat ini. Begitu juga di Indonesia. Selain restoran, permintaan juga datang dari pasar swalayan.
Meski pangsa pasar tomat hingga kini masih dikuasai oleh tomat merah lokal, permintaan tomat recento terus meningkat sejak setahun silam. Berkembangnya kedai waralaba cepat saji dari luar negeri menjadi salah satu sumber permintaan tomat. "Biasanya, pewaralaba memiliki standar tinggi dalam bahan baku. Tomat recento menjadi pilihan karena tomat ini banyak dipakai di luar negeri," ujar Wasil.
Di atas lahan budidaya seluas satu hektare, Wasil menanam sekitar 3.000 bibit tomat recento. Saat panen, kebun yang ia kelola bisa menghasilkan sekitar 600 kilogram (kg) tomat recento yang langsung habis dipesan.
Walau permintaan terus meningkat, Wasil mengaku belum bisa menambah kapasitas produksi. "Harga bibitnya masih mahal karena harus impor langsung dari Belanda," katanya. Satu bibit tomat recento dihargai mulai Rp 2.000 sampai Rp 6.000 di Indonesia.
Tidak hanya bibitnya yang mahal, biaya produksi tomat recento juga tinggi. Wasil menghitung, satu pohon tomat recento, sejak mulai penyebaran benih hingga penanaman, membutuhkan biaya hingga Rp 80.000.
Biaya itu mencakup pembelian bibit, penyediaan polybag, pemberian pupuk cair, pemberian fungisida, hingga perawatan selama 3 bulan sampai saat panen.
"Memang cara penanaman tomat recento sedikit berbeda dibanding dengan budidaya tomat merah biasa," imbuh Sudjadi, salah seorang petani tomat recento di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Jika tomat merah biasa ditanam di lahan perkebunan, tomat recento membutuhkan media sekam di dalam green house untuk pertumbuhannya. Inilah yang membuat ongkos produksi tomat recento lebih mahal ketimbang tomat biasa.
Saat ini, Sudjadi menanam sekitar 15.000 bibit tomat recento di lahan seluas satu hektare. Sekali panen, satu pohon bisa menghasilkan 10 buah tomat. Jika dihitung, total produksi Sudjadi mencapai 1,5 ton tomat sekali panen.
Dengan harga yang lebih stabil dibanding tomat biasa, yakni Rp 21.000 hingga Rp 27.000, Sudjadi mengaku bisa mengantongi omzet hingga Rp 200 juta sekali panen.
Harap dicatat, harga tomat recento itu hampir empat kali harga tomat biasa. Karena itu, bisnis tomat jenis ini cukup menggiurkan.
Saat ini, Sudjadi menanam sekitar 15.000 bibit tomat recento di lahan seluas satu hektare. Sekali panen, satu pohon bisa menghasilkan 10 buah tomat. Jika dihitung, total produksi Sudjadi mencapai 1,5 ton tomat sekali panen.
Dengan harga yang lebih stabil dibanding tomat biasa, yakni Rp 21.000 hingga Rp 27.000, Sudjadi mengaku bisa mengantongi omzet hingga Rp 200 juta sekali panen.
Harap dicatat, harga tomat recento itu hampir empat kali harga tomat biasa. Karena itu, bisnis tomat jenis ini cukup menggiurkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar